Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Mandiri Inisiatif Terprogram Dari Rumah (KKN MIT DR) Ke-13 Kelompok 5 dan 6 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang berkolaborasi dalam menyelenggarakan webinar moderasi beragama, Minggu (23/01). Kegiatan ini diselenggarakan sebagai salah satu program kerja wajib pada pelaksanaan KKN, sekaligus sebagai sarana edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya moderasi beragama di media sosial. Kolaborasi webinar ini mengangkat tema “Penguatan Moderasi Beragama di Ruang Digital”. Acara yang digelar secara virtual melalui platform Zoom Meeting ini diikuti oleh lebih dari 50 peserta. Webinar moderasi beragama ini menghadirkan pemateri Rabi’atul Adawiyah, Lc M.S.I (Anggota Rumah Moderasi Beragama UIN Walisongo Semarang), dengan MC sekaligus Moderator Isna Nurul Amna (Anggota KKN MIT DR KE-13 Kelompok 5 UIN Walisongo Semarang). Disampaikan dalam sambutannya, Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) kedua kelompok, yaitu Julia Mardhiya, M.Pd berharap dengan diadakan webinar moderasi beragama ini dapat memberikan manfaat kepada seluruh peserta yang hadir.
“Kegiatan ini dilakukan oleh dua kelompok, dengan tujuan untuk memaksimalkan peserta. Akan tetapi ternyata butuh strategi lain untuk hal ini. Meski demikian, semoga kegiatan ini dapat memberikan manfaat untuk seluruh mahasiswa.” ujar Julia.
Dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh narasumber, Rabi’atul menganggap bahwa penguatan moderasi beragama sangatlah penting dikarenakan sejak tahun 2018 sudah dinyatakan bahwa media sosial berpotensi memacu radikalisasi dengan menyebarkan paham-paham ekstrem yang tidak sesuai dengan substansi ajaran Islam.
Didukung dengan adanya fenomena internet yang menjadi kebutuhan bagi masyarakat saat ini, seperti hasil survey oleh Lia Social pada 2020 yang menunjukkan bahwa penggunaan media di dunia sangatlah besar. Indonesia menjadi salah satu penyumbangnya dengan penggunaan media sosial terbanyak adalah youtube yang mencapai 93,8% disusul oleh whatsapp, instagram, facebook, dan twitter. Internet dapat memberikan manfaat jika kita menggunakannya dengan bijak, sebaliknya dapat memberikan dampak yang sangat negatif apabila kita kurang bijak dalam menggunakannya.
“Fenomena akses internet menjadi jalan pintas dalam memperdalam pemahaman agama bila tidak dibarengi dengan pengetahuan literasi media akan menimbulkan penyebaran konten bermuatan negatif yang sudah sengaja disebar melalui media digital seperti berita hoax (bohong), ujaran kebencian, propaganda paham, dan aliran radikal yang dapat memicu ketegangan dan konflik,” tutur Rabi’atul.
Rabi’atul juga menegaskan bahwa moderasi beragama bukanlah upaya memoderasikan agama, melainkan memoderasikan pemahaman dan pengamalan dalam beragama, dalam hal ini cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum berlandaskan prinsip adil, berimbangan, dan konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa. Terdapat empat indikator keberhasilan dalam moderasi beragama, yakni sesuai dengan komitmen kebangsaan yaitu penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam konstitusi UUD 1945, anti terhadap kekerasan baik itu secara verbal ataupun secara fisik, terciptanya toleransi yaitu saling menghargai satu sama lainnya, dan penerimaan terhadapt tradisi yang terlah berlaku. Apabila kita menemukan konten yang tidak sesuai dengan komitmen kebangsaan itu artinya konten tersebut tidak moderat. Di ruang digital, moderasi beragama memiliki peranan penting karena sebagai sumber informasi, literasi media, verifikasi, dan etika Islami.
“Indonesia merupakan negara yang bermasyarakat religius dan majemuk, meskipun bukan negara agama. Kehidupan dan kemerdekaan beragama di Indonesia dijamin oleh konstitusi. Tentunya dengan masyarakat yang majemuk tersebut, menjaga keseimbangan antara hak beragama dan komitmen kebangsaan menjadi tantangan tersendiri bagi setiap warga negaranya,” imbuhnya.
Akhir kata, Rabi’atul mengingatkan kembali mengenai perlunya penguatan keberagamaan sehingga kesenjangan-kesenjangan yang berpotensi menyebabkan paham ekstrem akan terminimalisir. Selain itu kita perlu memupuk minset bagaimana mengutakamakan sikap memanusiakan manusia melalui dialog lintas agama.
Komentar
Posting Komentar